TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi seorang saksi soal dugaan aliran uang dalam kasus mantan Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Mardani Maming. KPK memeriksa saksi karyawan swasta Zainuddin di Gedung KPK, Jakarta, Rabu 31 Agustus 2022, dalam penyidikan kasus dugaan suap dan penerimaan gratifikasi terkait pemberian izin upaya pertambangan (IUP) di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan.
"Dikonfirmasi antara lain terkait dengan dugaan aliran sejumlah uang yang diterima tersangka MM dari terbitnya IUP bagi beberapa perusahaan yang tetap terkoneksi dengan tersangka MM sebagai pengendalinya," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Kamis 1 September 2022.
Dalam bangunan perkara, KPK menjelaskan Mardani selaku Bupati Tanah Bumbu Periode 2010-2015 dan periode 2016-2018 mempunyai kewenangan, di antaranya memberikan persetujuan izin upaya pertambangan operasi dan produksi (IUP OP) di Tanah Bumbu.
Pada tahun 2010, KPK mengungkapkan salah satu pihak swasta, adalah Henry Soetio selaku pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) bermaksud untuk memperoleh IUP OP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) seluas 370 hektare yang berlokasi di Kecamatan Angsana, Kabupaten Tanah Bumbu.
Ali mengatakan agar proses pengajuan peralihan IUP OP dapat segera mendapatkan persetujuan Mardani, Henry Soetio diduga melakukan pendekatan dan meminta donasi Mardani agar dapat memperlancar proses peralihan IUP OP dari PT BKPL ke PT PCN.
KPK menduga Mardani menerima uang dalam bentuk kontan maupun transfer rekening dengan jumlah sekeliling Rp104,3 miliar dalam kurun waktu 2014-2020.
Sementara itu, Mardani mengaku proses peralihan tersebut sudah sesuai prosedur. "Masalah IUP itu sudah melangkah dan ada paraf kadis sebagai penanggung jawab dan itu sudah disidangkan di Pengadilan Banjarmasin," ucap eks Bupati Tanah Bumbu itu di Gedung KPK, Jakarta, Kamis 28 Juli 2022.
Ia menyatakan bahwa kasus yang menjeratnya itu murni masalah urusan bisnis.
"Kedua yang dinyatakan gratifikasi itu murni masalah 'business to business'. Tidak mungkin saya sebodoh itu melakukan gratifikasi melalui transfer, bayar pajak, dan sekarang itu dalam PKPU (penundaan kewajiban pembayaran utang), pengadilan utang piutang. Murni 'business to business', kata dia.
Baca: KPK Sebut Mardani H Maming Atur Perusahaan yang Dapat IUP