TEMPO.CO, Jakarta - Pada Hari Pangan Sedunia yang jatuh pada 16 Oktober 2022, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan Food Agency Organization (FAO) atau Badan Pangan Dunia telah memberi peringatan perihal banyaknya negara yang mengalami rentan pangan.
Ia berujar ketahanan pangan kini menjadi hal yang sangat menantang di tengah menguatnya perubahan iklim, kondisi tekanan ekonomi dunia, degradasi lingkungan, dan tetap pandemi Covid-19.
“Beruntung kita selama tiga tahun terakhir sukses mencukupi sendiri pangan kita," ucapnya melalui keterangan tertulis pada Ahad, 18 Oktober 2022.
Bahkan, kata dia, FAO sudah menyatakan Indonesia sebagai contoh bagi negara lain untuk mengelola ketahanan pangan. "Tapi kita tak boleh berhenti disini. Pangan harus tersedia lanjut bagi rakyat,” katanya.
Karena itu, Syahrul meminta seluruh stakeholder yang berkaitan dengan sektor pertanian di Indonesia untuk saling mendukung. Ia mau kerja sama dilakukan mulai dari hulu hingga hilir untuk menciptakan ekosistem pertanian yang bagus agar petani nyaman berproduksi.
“Kita pikirkan langkah konkret apa yang harus dilakukan, mulai dari ketersediaan benih unggul, pupuk, pembiayaan, alsintan hingga market yang menguntungkan bagi petani kita,” ucap Syahrul.
Dalam pertemuan Joint Finance Agricultural Minister Metting (JFAMM) di Washington D.C, Amerika Serikat, Syahrul juga menyerukan agar seluruh negara membuka jalur distribusi pangan terbuka. Sebab, pangan ialah kebutuhan bersama dan dapat menjadi solusi dalam meregangkan ketegangan geopolitik dunia.
"Indonesia mengajak soliditas untuk kecukupan pangan dunia. Terlebih juga bagi 273 juta rakyat Indonesia yang tak boleh bersoal,” kata Syahrul.
Syahrul yang juga menjabat sebagai Ketua G20 bidang pertanian pun mengklaim G20 berkomitmen untuk menyediakan pangan dan gizi bagi seluruh orang. Hal itu dilakukan dalam rangka mempercepat pemulihan ekonomi akibat pandemi demi memastikan ketahanan pangan secara berkeadilan.
Sementara itu, pada Hari Pangan Sedunia, Serikat Petani Indonesia (SPI) menyoroti kemiskinan di pedesaan, tempat tempat bermukimnya para petani penegak kedaulatan pangan. Ketua Umum SPI, Henry Saragih menilai situasi pedesaan kini mengkhawatirkan dan memicu krisis pangan.
"Situasi tersebut disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya unsur kepemilikan lahan, alih kegunaan lahan, dan jumlah petani muda di perdesaan," ujarnya melalui keterangan tertulis pada Ahad, 16 September 2022.
Ia merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2022. BPS mencatat jumlah penduduk miskin di Indonesia sebanyak 26,16 juta jiwa atau sekeliling 9,54 persen dari total penduduk. Jumlah penduduk miskin paling banyak tersebar di pedesaan, merupakan 14,34 juta orang. Sementara di daerah perkotaan, jumlah penduduk miskin mencapai 11,82 juta orang.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2013 menyebutkan rasio gini ketimpangan kepemilikan lahan ialah 0,68 sementara Badan Pertanahan Nasional RI pada 2015 menyatakan bahwa indeks gini rasio penguasaan tanah mencapai 0,72.
"Artinya, 1 persen penduduk menguasai 72 persen tanah di Indonesia. Ketimpangan itu diakibatkan oleh penguasaan penguasaan lahan yang dilakukan oleh perusahan industri yang umumnya perkebunan," ucap Henry.
Survei Pertanian Antar Sensus (Sutas) 2018 pun mencatat rumah tangga upaya pertanian (RTUP) pengguna lahan meningkat menjadi 27,2 juta dari 25,7 juta pada 2013. Di sisi lain, menurut Henry, krisis regenerasi petani juga menjadi ancaman di masa depan. Sutas 2018 menunjukkan bahwa jumlah golongan umur kepala rumah tangga petani di bawah 35 tahun juga menurun.
Ditambah alih kegunaan lahan pertanian dan pangan di Indonesia semakin besar. Tahun 2019, SPI mencatat alih kegunaan lahan pertanian sudah mencapai 150 ribu hektar. SPI memperkirakan pada 2045 lahan sawah Indonesia tinggal sekeliling 5,1 juta hektar. Angka itu dari perkiraan lahan baku sawah saat ini sekeliling 7,46 juta hektar berdasarkan data Badan Litbang Kementerian Pertanian.
RIANI SANUSI PUTRI
Ikuti warta terkini dari Tempo di Google News, klik di sini