TEMPO.CO, Jakarta - Bukan hanya terkait urusan asmara, istilah CLBK juga ada yang berhubungan dengan kesehatan. Spesialis okupasi Astri Mulyantini Monik mengingatkan tenaga kesehatan untuk menghindari risiko penyakit akibat kerja (PAK) karena needle stick sharp injury melalui konsep CLBK atau Cuci, Lapor, Berkunjung, dan Kenali.
“Cuci luka yang tersayat atau tertusuk dengan air mengalir atau larutan salin,” katanya.
Setelah mencuci luka, korban dapat melaporkan kepada pengawas di ruangan untuk kemudian berkunjung ke layanan kesehatan IGD atau poliklinik agar mengenali kasusnya serta pemberian rekomendasi oleh tim PAK.
Astri menyampaikan ketika mengalami kecelakaan kerja maka nakes dan tim PAK harus mengetahui sumber pajanan dari luka. Sumber pajanan dapat berasal dari barang tajam nonsteril, barang tajam infeksius, dan barang infeksius tapi tak diketahui status infeksiusnya.
Jika tertusuk akibat barang tajam nonsteril, tatalaksananya hanya sebatas perawatan, pelaporan, pengklaiman biaya, dan tak perlu dilakukan rekomendasi berupa pemeriksaan lebih lanjut. Namun, kalau kecelakaan kerja terjadi akibat barang tajam infeksius, maka korban harus memandang riwayat Hepatitis B, Hepatitis D, dan HIV dari sumber pajanan atau pasien.
“Kalau kita berhenti pada pelaporan saja dan tak dilakukan surveilance, itu kemungkinan ke depannya akan ada risiko terjangkit HIV, Hepatitis B, Hepatitis D. Jadi, krusial sekali diketahui sumber pajanan dan tata laksana lanjutan,” ucapnya.
Waspadai infeksi
Ia juga mengingatkan pentingnya kehadiran Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) yang terdiri dari dokter okupasi, petugas Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), dan unit pelayanan seperti IGD dan poliklinik serta pelayanan untuk vaksinasi. Komite tersebut nantinya akan melakukan indentifikasi, rekomendasi, pengawasan, hingga pelaporan kalau terjadi dugaan penyakit akibat kerja.
“Misalnya terjadi satu kasus tertusuk barang tajam 2 tahun yang lampau dan kemudian menderita Hepatitis B, kita dapat duga ini akibat kecelakaan kerja sehingga dapat melakukan dan menetapkan tujuh langkah penaksiran okupasi,” jelasnya.
Selain itu, pelaporan kecelakaan akibat kerja juga diberlakukan untuk mempermudah klaim biaya pengobatan. Ia mengimbau nakes melindungi diri dari risiko penyakit akibat kerja dengan membekali diri dengan vaksin hepatitis serta mempunyai kesadaran tinggi untuk menilai kalau mempunyai risiko penyakit akibat kerja.
“Jika belum tervaksinasi hepatitis atau tak lengkap, penangannya beda. Jika tak komplit atau belum pernah vaksin, itu akan diberi imunoglobulin yang harganya sudah belasan juta. Ketika sudah terlindung dengan vaksinasi hepatitis, itu tata laksananya lebih mudah dan lebih aman,” tegasnya.
Baca juga: Kiat Cegah Luka Jadi Tetanus