TEMPO.CO, Jakarta - Geolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta Gayatri Indah Marliyani menuturkan bahwa aktivitas gempa di Pulau Jawa bagian barat yang diakibatkan oleh sesar aktif di darat lebih tinggi dibandingkan daerah lain di Jawa. Gayatri menjelaskan gempa yang terjadi di darat seperti di Cianjur, Jawa Barat biasanya mempunyai kedalaman yang dangkal merupakan kurang dari 15 km sehingga guncangannya akan dirasakan dengan kuat di permukaan.
"Jika jalur sesar di darat ini dekat dengan daerah pemukiman, harus diwaspadai," kata dia melalui keterangan tertulis pada Kamis, 24 November 2022.
Munculnya pusat gempa di daratan, menurut Gayatri, dipicu sumber gempa yang berada pada area subduksi, serta sumber gempa lain berupa sesar-sesar aktif yang berada di darat. Ia mengatakan di Jawa ada banyak sesar aktif yang sudah teridentifikasi dengan bagus seperti Sesar Cimandiri, Sesar Lembang, Sesar Opak, Sesar Baribis, Sesar Kendeng, dan banyak sesar lainnya.
Baca juga: Apa Itu Sesar Cimandiri dan Sesar Lembang?
Menurut dia, musibah gempa yang terjadi di Cianjur dengan magnitudo cukup besar M 5.6 dan hiposenter yang dangkal merupakan 11 km disebabkan oleh pergerakan sesar aktif di darat. "Sumber gempa yang dekat dengan permukaan serta magnitudo yang cukup besar menyebabkan dampak merusak yang cukup meluas terutama di sepanjang jalur sesar tersebut," kata dia.
Sementara itu, banyaknya musibah tanah longsor akibat gempa, menurut dia, dikarenakan di daerah sekeliling Cianjur, Sukabumi dan Bogor banyak jenis batuan yang ada di sekeliling area tersebut dengan kemiringan lereng yang tinggi.
Selain itu, batuan di daerah Cianjur, Sukabumi tersusun oleh material hasil letusan gunung api yang tetap lepas-lepas dan tebal. "Ketika terkena guncangan keras akibat gempa bumi, lapisan tanah dan batuan lepas yang berada pada lereng yang terjal akan mudah beralih dan longsor," ujar dia.
Mengenai banyaknya korban jiwa akibat gempa di Cianjur, menurut Gayatri, penyebab terbesar karena tertimpa bangunan rumah, apalagi tak seluruh rumah penduduk dibangun dengan metode tahan guncangan gempa. Karena itu, pemerintah dan lembaga terkait, menurut dia, perlu memetakan sumber gempa dengan baik, serta menghitung besaran dampaknya.
Pembaruan dari peta sumber dan bahaya gempa , ujar dia, harus dilakukan secara berkala untuk mengakomodasi penemuan-penemuan baru yang akan melengkapi basis data dan memperbaiki model seismic hazard yang dihasilkan.
"Setelah peta sumber sudah ada, hasil ini harus dituangkan dalam aturan dan tata langkah untuk bangunan tahan gempa. Aturan dan tata langkah ini harus ditaati dan kontrol pelaksanaannya harus diperketat," kata dia," ujar dia.
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan warta pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.